Fenomena Cabut di MTsN dan Asrama MTsN
Cabut sekolah atau bolos sekolah bukanlah hal yang jarang terjadi di lingkungan pendidikan, termasuk di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) dan di asrama MTsN. Fenomena ini sering terjadi baik oleh siswa yang tinggal di asrama maupun yang tidak. Cabut dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan karakter siswa.
![]() |
Foto by hai Grid.id |
Cabut yang terjadi di MTsN atau di asrama biasanya dimulai dari ketidaknyamanan siswa terhadap rutinitas sekolah atau suasana di asrama. Beberapa siswa merasa bosan dengan materi pelajaran atau tidak merasa cocok dengan lingkungan sosial di sekitar mereka. Ketika merasa tertekan, siswa mulai mencari cara untuk menghindari kegiatan sekolah, seperti dengan berpura-pura sakit, tidak mengikuti jam belajar, atau bahkan keluar dari asrama tanpa izin.
Alasan Cabut
Cabut bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti berpura-pura sakit agar bisa pulang atau tidak mengikuti pelajaran tertentu. Di asrama, beberapa siswa mungkin meninggalkan asrama tanpa izin untuk mencari hiburan di luar, atau bahkan pergi ke tempat yang jauh tanpa sepengetahuan guru atau pembimbing.
Cara lainnya adalah dengan membolos setelah waktu istirahat atau jam pelajaran pertama, lalu bersembunyi di tempat-tempat yang tidak mudah terdeteksi, seperti toilet, perpustakaan, atau bahkan keluar dari area sekolah.
Kronologi cabut di MTsN dimulai dengan ketidakpuasan siswa terhadap sekolah. Siswa yang merasa tidak senang dengan kegiatan sekolah atau merasa terisolasi dari teman-temannya mulai merencanakan untuk bolos. Setelah mencari alasan yang memungkinkan, mereka mulai mencari kesempatan untuk cabut. Ketika mereka meninggalkan sekolah atau asrama, mereka merasa bebas sementara waktu, tetapi seringkali tidak menyadari dampak buruk yang akan mereka hadapi kemudian.
Sanksi Cabut
Sanksi yang diterima siswa yang cabut dari MTsN atau asrama bervariasi, tergantung pada kebijakan yang diterapkan oleh pihak sekolah. Sanksi bisa berupa peringatan, hukuman fisik yang ringan seperti membersihkan lingkungan, atau bahkan tindakan yang lebih berat, seperti skorsing atau pengurangan nilai.
Di asrama, siswa yang bolos juga bisa dikenakan sanksi berupa pemindahan kamar atau pengurangan waktu libur. Siswa yang sering cabut dari sekolah atau asrama cenderung mengembangkan karakter yang kurang bertanggung jawab, tidak disiplin, dan kurang peduli terhadap pendidikan mereka.
Kebiasaan bolos dapat mempengaruhi pola pikir mereka, sehingga mereka tidak menghargai waktu dan peluang belajar. Siswa yang sering bolos juga cenderung mengabaikan kewajiban mereka terhadap teman-teman, guru, dan orang tua.
Karakteristik Siswa Cabut
Menurut seorang psikolog pendidikan, kebiasaan cabut sekolah dapat menyebabkan penurunan kepercayaan diri siswa dan meningkatkan rasa terisolasi. Hal ini, jika tidak ditangani dengan baik, dapat berlanjut menjadi masalah mental yang lebih serius, seperti depresi dan kecemasan sosial. Ia menyarankan agar sekolah menyediakan dukungan psikologis untuk siswa yang merasa tertekan atau kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan asrama.
Pendekatan yang lebih empatik dan komunikasi terbuka sangat dibutuhkan agar siswa merasa lebih didukung.
Cabut sekolah di MTsN dan asrama biasanya disebabkan oleh ketidaknyamanan siswa dengan lingkungan atau materi pelajaran, masalah sosial, atau tekanan mental. Risiko dari kebiasaan cabut sekolah sangat besar, seperti tertinggal dalam pelajaran, penurunan nilai, dan dampak negatif terhadap karakter siswa, seperti menjadi kurang disiplin dan tidak bertanggung jawab.
Cara Menangani Siswa Cabut
Menurut saya, cabut sekolah atau asrama bukan hanya masalah disiplin, tetapi juga merupakan indikasi adanya masalah yang lebih dalam di diri siswa. Hal ini perlu ditangani dengan pendekatan yang holistik, mencakup dukungan emosional, perbaikan komunikasi antara siswa dan pihak sekolah, serta menciptakan lingkungan sekolah yang lebih inklusif dan mendukung.
Saya menyarankan agar pihak sekolah dan asrama memberikan perhatian lebih kepada siswa yang menunjukkan gejala ketidaknyamanan atau stres. Program konseling dan kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung minat siswa bisa menjadi solusi untuk mengurangi kebosanan dan meningkatkan rasa kebersamaan di antara siswa.
Sebagai kepala sekolah, penting untuk memonitor perilaku siswa dengan lebih cermat, memberikan dukungan kepada siswa yang merasa kesulitan, dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Implementasi sistem bimbingan yang melibatkan guru dan konselor akan sangat membantu siswa yang membutuhkan perhatian lebih.
Ahli pendidikan seperti Dr. Ahmad Syafi'i menyarankan agar sekolah membangun program yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan mental siswa. Menyediakan layanan konseling yang mudah diakses dan mengadakan diskusi tentang pentingnya pendidikan akan membantu siswa untuk lebih menghargai sekolah dan asrama sebagai tempat tumbuh dan belajar. (Nasywa 9i/*)
0 Komentar