PIDATO: "Bayangkan Kalau Kamu Jadi Anggota DPR!"
Selamat pagi teman-teman yang saya cintai,
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn.
Wa bihi nasta‘īn ‘alā umūrid-dunyā wa ad-dīn.
Wa ṣallallāhu ‘alā Sayyidinā Muḥammadin, wa ‘alā ālihi wa aṣḥābihi ajma‘īn.
Ashhadu an lā ilāha illallāh, wa ppaḥdahu lā sharīka lah.
Wa ashhadu anna Muḥammadan ‘abduhū wa rasūluh.
Amma ba‘du,
![]() |
Berpidato di Lapangan sekolah |
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai kenikmatan, terutama nikmat iman dan Islam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Yang terhormat ibu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan teman-teman yang dirahmati Allah SWT.
Baiklah pada kesempatan ini, saya akan menjelaskan pidato dengan judul: Bayangkan Kalau Kamu Jadi Anggota DPR!"
Teman-teman, bayangkan kalau suatu hari nanti kamu terpilih jadi anggota DPR.
Mungkin kamu berpikir, "Wah, aku bisa bantu rakyat, bisa buat aturan yang baik buat semua orang!"
Kamu ingin bikin RUU (Rancangan Undang-Undang) yang bisa melindungi rakyat, seperti:
- RUU untuk memberantas korupsi.
- RUU untuk membantu petani dan buruh.
- RUU untuk batasan gaji pejabat yang terlalu tinggi.
Kamu datang dengan semangat, ingin membawa perubahan besar. Tapi, ternyata, begitu kamu masuk, kamu akan tahu bahwa…
Realitasnya tidak sesederhana itu.
Tahap pertama: Kamu bukan wakil rakyat, tapi wakil partai.
Teman-teman, untuk bisa mengajukan usulan RUU, kamu harus dapat izin dari fraksi partai tempat kamu berada.
Jika partai kamu bilang, "Tidak perlu, tidak usah," maka usulanmu bisa langsung gagal.
Bahkan jika kamu nekat dan tetap maju, kamu bisa dipecat dari partai! Kursi itu bukan milikmu pribadi, tapi milik partai.
Tahap kedua: RUU harus disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg).
Kalau partai kamu setuju, kamu masih harus melewati tahap berikutnya, yaitu Badan Legislasi (Baleg).
Di sini, banyak RUU yang harus disaring, dan tidak semua bisa dibahas.
Yang penting bukan apakah RUU itu baik untuk rakyat, tapi apakah itu cocok dengan program partai dan siapa yang mendukungnya.
Tahap ketiga: Masuk Prolegnas.
Kalau kamu beruntung, RUU-mu bisa masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Tapi, kalau tidak masuk, RUU-mu tidak akan pernah dibahas, dan hanya akan jadi dokumen kosong di komputer.
Tahap keempat: Pembahasan yang penuh lobi.
Kalau akhirnya RUU-mu bisa dibahas, prosesnya bukan sekadar diskusi ide.
Ini adalah perundingan, saling tawar-menawar antar partai, dan kadang bahkan ada yang dimasukkan atau diubah hanya karena ada yang membayar atau mendukungnya.
Bukan lagi tentang kebenaran atau keadilan, tapi siapa yang punya kekuatan.
Tahap kelima: Voting yang sudah diatur.
Ketika semua selesai, kamu akan dipanggil untuk presentasi di rapat paripurna. Kamu bicara penuh semangat, dengan semua data dan fakta yang mendukung.
Tapi saat itu, banyak teman-teman kamu yang sudah tidak mendengarkan. Mereka sudah punya keputusan dari partai mereka sejak awal, jadi votingnya pun hanya formalitas.
Tahap keenam: Rakyat tidak dilibatkan.
Yang paling penting, teman-teman… Rakyat, kita semua, jarang sekali dilibatkan dalam pembahasan ini.
Pernahkah kamu melihat RUU yang dibahas secara terbuka, di mana kamu bisa ikut berpendapat? Biasanya tidak. Semua dibahas di ruang tertutup. Bahkan jika disiarkan, sering kali kita tidak paham apa yang sedang dibahas, karena menggunakan bahasa hukum yang rumit.
Tahap ketujuh: Presiden bisa menolak.
Kalau RUU-mu akhirnya disetujui oleh DPR, masih ada satu masalah besar.
Presiden bisa saja menolak untuk tanda tangan, dan kalau itu terjadi, meskipun secara hukum RUU tetap sah, tetapi kalau pemerintah tidak menjalankan aturan tersebut, maka UU itu tidak akan ada gunanya.
Kesimpulan:
Teman-teman, dari apa yang saya ceritakan ini, kita bisa melihat bahwa sistem yang ada hari ini seringkali tidak berpihak pada rakyat. Banyak hal yang membuat perubahan itu sulit untuk terjadi. Sistem ini terkadang lebih mendengarkan suara partai atau orang yang punya uang, daripada mendengarkan suara rakyat.
Tapi ingat, meskipun sistemnya tidak sempurna, kita semua masih punya harapan untuk memperbaikinya. Kita bisa mulai dengan belajar lebih banyak tentang politik, berbicara dengan jujur, dan mencari cara agar suara kita sebagai rakyat benar-benar didengar.
Mari kita gunakan akal sehat dan hati nurani untuk ikut serta dalam perubahan yang baik. Kalau kita bekerja bersama, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi lebih baik.
Terima kasih atas perhatian kalian.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pidato ini disusun dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh anak sekolah dan mengedepankan pentingnya kesadaran tentang sistem politik dan hak rakyat. Apakah kamu ingin menambahkan sesuatu atau mengubah bagian tertentu?
0 Komentar